Pasuruan, SuaraRakyat62.com – Bersabar, Ikhlas dan Tawakal itulah kuncinya. Kalimat itu lebih pas dan cocok diberikan kepada seorang tukang becak yang setiap harinya mangkal di pinggir jalanan. Sudah hampir dari 20 tahun, Nursalim (61), menjadi tukang becak di kawasan Pasar Warungdowo, Kecamatan Pohjentrek, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur (Jatim).

Scroll Untuk Lanjut Membaca
Tukang Becak di Pasar Warungdowo Sukses Antarkan Ketiga Anaknya

Becak itu adalah pemberian orang tuanya semasa waktu masih hidup. Setiap hari, ia menunggu penumpang dengan sabar. Pria yang akrab disapa Cak Salim ini dikenal sebagai sosok inspiratif.

Meski hanya bekerja sebagai tukang becak, Nursalim berhasil mengantarkan tiga anaknya mengenyam pendidikan tinggi.

Bagaimana kisah keteladanan dan kesabaran Nursalim?

Sebelum menjadi tukang becak, Nursalim pernah bekerja di pabrik furniture sebagai pengantar barang-barang mebel. Namun, ia memutuskan untuk keluar karena merasa tidak punya waktu untuk beribadah.

“Waktu itu, anak pertama masih bayi dan saya berpikir sampai kapan kehidupan seperti itu, sibuk bekerja dan meninggalkan shalat dan saya putuskan keluar dan menjadi tukang becak,” ucapnya dengan nada pelan.

Saat menjadi tukang becak, Cak Salim ternyata tidak pernah mematok harga untuk ongkos pengantarannya.

“Penumpang bayar seikhlasnya, karena saya masih yakin barang siapa berbuat baik akan mendapatkan kebaikan dari orang lain,” jelasnya sambil tersenyum.

Cak Salim menceritakan, pendapatan sehari mencapai Rp 25 ribu. Sementara istrinya, Sri Atmini (58), menjadi guru mengaji di mushala dengan pendapatan yang tidak menentu.

Meski keduanya hanya berpenghasilan sedikit, pasangan suami istri (pasutri) ini punya tekad kuat untuk menyekolahkan anak-anak hingga sukses. Tekad keduanya pun terbayar lunas.

Anak sulung Cak Salim, Muhammad Huseni, bergelar sarjana pendidikan dan sekarang mengajar di SD Islam di Kecamatan Kejayan.

Selanjutnya, anak kedua, Nur Hasanah, yang tamat S2 menjadi guru agama dan berstatus PNS di SMP Negeri 3 Kota Pasuruan.

Lalu, anak terakhirnya, Saidatul Dariyah menempuh pendidikan S2 di Bali dan mengajar di salah satu SMA.

“Itu semua berkat doa dan keyakinan, saya selalu mengingatkan kepada anak saya untuk terus berdoa dan terus belajar, anak juga mendapatkan beasiswa,” kata Cak Salim.

Untuk kegiatan sosial, sepulang dari mengayuh becak, ia juga menjadi marbot masjid di kampungnya. Setiap menjelang waktu shalat Zuhur dan Ashar, Cak Salim menyapu dan membersihkan masjid.

Baginya, ada pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan materi, sedangkan beramal baik menjadi pelengkap ketenangan batiniah.

“Saya sudah berumur tidak muda lagi, ya mungkin jadi marbot lebih dekat dengan yang maha kuasa dan buat akhirat Mas,” terangnya.

Di sekitar Pasar Warungdowo, becak tradisional yang serupa milik Cak Salim hanya ada tiga buah. Hampir semua becak sudah menggunakan mesin motor (betor). Namun, bagi Cak Salim, ia tetap mempertahankan agar tubuhnya tetap tegar karena bergerak.

Bahkan, anaknya juga pernah meminta ia berhenti mengayuh becak.

“Kalau nggak mancal (mengayuh becak) rasanya malah sakit, lumayan olahraga juga,” tuturnya.

Sayang, cerita panjang dari Cak Salim berhenti saat seorang perempuan yang membawa belanjaan meminta diantar olehnya.

Nursalim tukang becak di Pasar Warungdowo saat mengantarkan penumpangnya

“Permisi dulu ya Mas, kulo (saya) ngantar dulu, monggo Bu naik,” tandas Cak Salim sambil mempersilakan penumpang.

Dengan semangat, Cak Salim memindahkan bagian belakang becak, mengambil ancang-ancang sebagai tanda siap mengayuh becak dan mengantarkan penumpangnya.

Topi dan sarung menjadi ciri khas tukang becak yang ada di Pasar Warungdowo.

Bu Kha, salah satu pemilik warung yang menjadi pangkalan sejumlah tukang becak, mengakui rasa semangat yang tinggi dan kesederhanaan dari Cak Salim.

“Cak Salim itu sukses, anaknya sudah jadi guru semua, dia sering puasa dan kerjanya sebelum shalat Zuhur sudah pulang,” katanya kepada awak media.

Sudrajat yang merupakan teman dekat Cak Salim juga menegaskan bahwa Cak Salim itu sosok bapak yang murah hati, penyabar dan mengutamakan kemanusiaan.

“Orangnya itu sabar, suka menolong siapapun yang butuh bantuan ke Cak Salim, lebih mengutamakan orang lain dan keluarga ketimbang dirinya sendiri,” ujarnya.

Sekedar Informasi, setiap hari Cak Salim berada di sebelah barat Pasar Warungdowo. Mulai pukul 06.30 biasanya sudah standby untuk bekerja mengayuh becaknya.

 

Pewarta ; Zen