Pasuruan, Suararakyat62.com – Sebuah Cafe yang diduga berkedok warung kopi (warkop) di kawasan Ruko Gempol 9, Pasuruan, diduga kuat menyediakan minuman keras (miras) serta ditemani wanita muda sebagai pemandu lagu (LC). Kafe ini bahkan beroperasi hingga dini hari, yakni pukul 01.00 WIB pada hari biasa, dan hingga pukul 04.00 WIB setiap malam Minggu. Aktivitas tersebut terkesan luput dari pengawasan aparat penegak hukum maupun Satpol PP selaku penegak Perda.

Seorang pengunjung asal Pasuruan yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, dirinya sudah dua kali mengunjungi tempat tersebut. “Kalau malam minggu, saya pernah buka room sampai jam 04.00 WIB. Antri karena ramai. Kalau soal miras, cukup pesan ke pemilik, nggak lama langsung diantar, entah dari mana,” ujarnya saat ditemui pada Sabtu (25/05/2025).
Ia juga menunjukkan rincian tagihan yang cukup mengejutkan. Dalam bill tersebut tertera biaya sebagai berikut:
- Room 1 jam: Rp 150.000
- Bir: Rp 55.000
- Menschen: Rp 150.000
- Grensen: Rp 10.000
- 2 es teh: Rp 20.000
- 2 Aqua: Rp 20.000
- 1 kopi: Rp 8.000
- 1 es nutrisari: Rp 10.000
- 1 es teh tambahan: Rp 10.000
- Rokok: Rp 45.000
Total: Rp 478.000

Saat dikonfirmasi, pemilik kafe di G-9 mengaku tidak menyediakan miras secara langsung. “Kalau ada yang pesan miras, ya kita carikan di luar. Yang penting di sini nggak ada stok,” ujarnya singkat.
Menanggapi hal ini, Supriadi, seorang praktisi hukum, menyesalkan keberadaan kafe yang diduga berkedok warkop tersebut. Menurutnya, jika benar menyediakan miras, seharusnya kafe tersebut memiliki Surat Keterangan Penjual Langsung (SKPL) sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
“Merujuk pada UU Nomor 11 Tahun 1995 dan Permendag Nomor 25 Tahun 2019, setiap tempat usaha yang menjual minuman beralkohol wajib memiliki SKPL. Bila tidak, harus ditindak tegas tanpa pandang bulu,” jelas Supriadi.
Ia juga menanyakan soal razia, ditemukan sisa miras jenis alexis di salah satu cafe Kelangkung, Desa Nogosari, Kecamatan Pandaan. “Jangan hanya disita, tapi telusuri asal muasalnya. Ini menyangkut pengawasan distribusi miras yang harus sesuai aturan,” tandasnya.
Sementara itu, H. Iswanto, aktivis dari LSM Generasi Rakyat Hebat (GeRaH), turut angkat bicara. Ia menyayangkan adanya kafe berkedok warkop yang masih bisa beroperasi.
“Jika benar, ini sangat memprihatinkan. Harus ada kejelasan perizinan. Pengawasan dari Pemkab Pasuruan juga patut dipertanyakan,” tegasnya.
Menurut Iswanto, ada beberapa perbedaan signifikan antara kafe dan warkop:
- Kafe wajib memiliki izin dari Dinas Pemuda dan Pariwisata.
- Kafe dilengkapi LC, sistem booking room, karaoke, dan sound system.
- Warkop bersifat sederhana, tanpa room.
- Kafe diduga menyediakan miras, sedangkan warkop tidak.
- Kafe lebih didominasi anak muda.
- Jam operasional kafe jauh lebih malam dibanding warkop.
Ia mendesak Pemkab dan Polres Pasuruan untuk segera meninjau ulang izin usaha dan peredaran miras di tempat tersebut. “Ini bukan hanya soal izin, tapi juga soal moral dan potensi gangguan kamtibmas. Kalau dibiarkan, bisa merusak generasi muda,” ujarnya.

LSM GeRaH, kata Iswanto, akan segera turun lapangan untuk mengumpulkan bukti dan informasi dari berbagai pihak. “Kami akan kirimkan laporan resmi ke Polda, Gubernur, Bupati, hingga Polres Pasuruan,” tegasnya.
“Kami berharap kepada Bupati dan Kapolres Pasuruan segera ambil tindakan tegas,”pinta aktivis muda asal Pasuruan.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak instansi terkait.
Pewarta ; Tim




