JEPARA, SUARARAKYAT62.COM – Tindakan penggusuran sepihak kembali terjadi di Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Jepara. Pada Rabu (7/5/2025), dua rumah milik petani diratakan paksa oleh PT Laju Perdana Indah (LPI). Penggusuran berlangsung secara mendadak dan dinilai sarat intimidasi, memunculkan trauma dan perlawanan dari warga setempat yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo (GERMAPUN).

Aksi dimulai sekitar pukul 09.00 WIB, saat dua truk yang mengangkut sekitar 50 orang dari pihak perusahaan mendatangi lokasi rumah yang berdiri tepat di depan Jalan Tayu–Jepara. Warga yang tengah beraktivitas pagi hari terkejut, dan sejumlah petani berupaya menghadang aksi tersebut.
Namun upaya damai itu dibalas dengan kekerasan. Salah seorang petani didorong hingga jatuh tersungkur, bahkan nyaris diseret ke atas truk oleh oknum pegawai perusahaan. Seorang petani perempuan juga mengalami intimidasi dari orang tak dikenal yang diduga bagian dari kelompok tersebut. Sementara pemilik rumah tampak terpukul secara emosional dan menangis menyaksikan rumahnya diruntuhkan.

“Kami sangat mengutuk tindakan arogan ini,” tegas perwakilan GERMAPUN. Mereka menyebut, ini bukan pertama kalinya PT LPI bertindak represif terhadap warga.
Sebelumnya, pada 13 Maret 2025, sekitar 100 orang dari pihak perusahaan dengan enam truk dan sejumlah minibus merobohkan Joglo Juang milik GERMAPUN. Penggusuran kembali terjadi pada 23 April 2025, dan kini berulang pada 7 Mei 2025.
GERMAPUN menyebut tindakan ini sebagai bentuk premanisme yang dilakukan secara sistematis dan berulang, dengan mengabaikan prinsip-prinsip hak asasi manusia serta rasa keadilan bagi warga desa yang menggantungkan hidupnya pada lahan tersebut.

Negara Dinilai Abai
Hingga kini, Pemerintah dinilai belum mengambil langkah tegas terhadap rangkaian tindakan sewenang-wenang tersebut. Padahal, Komnas HAM telah menyurati pihak terkait melalui surat Nomor 209/K./MD.00.00/IV/2025 pada 26 April lalu.
“Negara seharusnya hadir melindungi rakyat, bukan membiarkan warga terus menjadi korban kekerasan dan intimidasi dari perusahaan,” ujar salah satu aktivis GERMAPUN.

Mereka mendesak pemerintah, khususnya Kementerian ATR/BPN, Kementerian Dalam Negeri, dan aparat penegak hukum, untuk segera turun tangan menyelesaikan konflik agraria ini secara adil dan berpihak kepada petani yang telah puluhan tahun menempati dan mengolah lahan tersebut.
Pewarta ; Apin